Selasa, 21 September 2010

PUASA SUNNAH

Artikel dari .:: A Life Journey ::.
Segala pujian yang terbaik hanya milik Alloh Ta’ala yang telah mensyariatkan bagi hamba-Nya ibadah-ibadah yang sunnah di samping ibadah yang wajib. Sehingga kaum muslimin mempunyai kesempatan yang amat banyak untuk menutupi dan menambal kekurangan yang ada pada ibadah-ibadah wajib. Dan juga sebagai simpanan yang dapat memperberat timbangan di hari kiamat kelak. Di antara ibadah sunnah yang disyariatkan oleh Alloh kepada umat ini adalah puasa sunnah.
Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing-masing yaitu:
  1. Puasa enam hari di bulan Syawal, baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
  2. Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adlah hari raya kurban dan diharomkan untuk berpuasa.
  3. Puasa hari Arofah, yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
  4. Puasa Muharrom, yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon (HR. Bukhori)
  5. Puasa Assyuro’. Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholallohu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
  6. Puasa Sya’ban. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
  7. Puasa pada bulan Harom (bulan yang dihormati) yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
  8. Puasa Senin dan Kamis. Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan diperlihatkan kepada Alloh.
  9. Puasa tiga hari setiap bulan. Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
  10. Puasa Dawud, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini adalah puasa yang paling disukai oleh Alloh (HR. Bukhori-Muslim).
Demikianlah beberapa jenis puasa sunnah yang disyariatkan dalam agama ini. Kita memohon kepada Alloh agar diberikan rasa cinta dalam diri kita terhadap amalan yang dapat mendekatkan diri ini kepadaNya.
————————————————-
*) disadur dari buletin Jumat At-Tauhid Jogja

TUNTUNAN SHALAT SUNAT RAWATIB

Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.
Dan sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian jauh).
Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh”. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
4. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
5. Apakah Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi bersabda: “Sholat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
6. Apakah Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan sholat mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak ada sunnah rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 12/386&387)
8. Sholat Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka sholatlah sesudahnya empat rakaat”. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam didalam safar senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul Ma’ad 1/315)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat witir dan rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ fatawa 11/390)
10. Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya…. meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
11. Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
12. Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 23/90)
13. Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’ sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh, maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR. At-Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
15. Jika Sholat Subuh Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Terlebih Dahulu atau Sholat Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sholat rawatib didahulukan atas sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib qobliyah subuh itu sebelum sholat subuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai sholat berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsatimin 14/298)
16. Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
17. Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana “Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
18. Menggabungkan Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah, hal. 75)
19. Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Duha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai sholat dhuha, dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
20. Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikhorah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi permasalahan sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat rawatib tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
21. Sholat Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu”. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan sholat sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
22. Memutus Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila sholat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan sholat tahiyatul masjid atau sholat rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus sholatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat fardhu, berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu..”, akantetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera berakhir pada saat sholat fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
23. Apabila Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya (mengenai hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat rawatib diatas keyakinan yang kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan dengan mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (sholat rawatib) karena mengetahui akan ditegakkan sholat bersama imam dan menjawab adzan (iqomah) adalah perkara yang disyari’atkan. Karena menjaga sholat fardhu dengan waktu-waktunya lebih utama daripada sholat sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan untuk diqodho’”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 609)
24. Mengangkat Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk tidak melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama’”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah sholat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
27. Mendahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu Sebelum Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan sholat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan sholat rawatib setelah selesai sholat jenazah ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian sholat rawatib?
Jawaban beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib. Maka perkara ini disyariatkan baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)
28. Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya sholat rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan sholat rawatib”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
29. Sholatnya Seorang Pekerja Setelah Sholat Fardhu dengan Rawatib Maupun Sholat Sunnah lainnya.
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Adapun sholat sunnah setelah sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak boleh. Karena waktu yang digunakan saat itu merupakan bagian dari waktu kerja semisal aqad menyewa dan pekerjaan lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da sholat fardhu), maka tidak mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa dilakukan dan masih dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya.
30. Apakah Meninggalkan Sholat Rawatib Termasuk Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Perkataan sebagian ulama’: (Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk fasiq), merupakan perkataan yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat rawatib itu adalah nafilah (sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah seorang mukmin yang baik lagi adil. Dan demikian juga sebagian perkataan Fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat rawatib merupakan bagian dari syarat adil dalam persaksian), maka ini adalah perkataan yang lemah. Karena setiap orang yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang adil lagi tsiqoh. Akantetapi dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya bersegera (bersemangat) untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara baik lainnya yang sangat banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’ Fatawa 11/382)
(Yang dimaksud adalah artikel tersebut: http://fdawj.atspace.org/awwb/th2/14.htm (pen.))
Faedah:
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Lembaran singkat ini saya ringkas dari sebuah buku yang saya tulis sendiri berjudul “Hukum-hukum Sholat Sunnah Rawatib”.
Dan sholawat serta salam kepada nabi kita muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya serta para sahabatnya. Amiin
Ummul Hamaam, 1 Ramadhan 1431 H
Penulis: As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-’Anziy
Sumber: Buletin Darul Qosim (www.dar-alqassem.com)
Penerjemah: Abu Ahmad Meilana Dharma Putra
Muroja’ah: Al-Ustadz Abu Raihana, MA.

SHALAT-SHALAT SUNNAH

Artikel dari SAHARA INDAH




SHALAT SUNAT TAHAJJUD

Shalat Sunnah Tahajjud
Shalat Tahajjud adalah shalat sunah yang dilakukan pada malam hari setelah tidur terlebih dahulu, karena arti Tahajjud adalah bangun pada malam hari.Afdhalnya shalat Tahajjud dilakukan pada sepertiga malam yang akhir yaitu kira-kita mulai jam 1.00 malam sampai menjelang masuk waktu shubuh berdasarkan hadits Nabi:”Perintah Allah turun ke langit diwaktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru, adakah orang-orang yang memohon ( berdoa ) pasti akan kukabulkan, adakah orang yang meminta, pasti akan kuberikan dan adakah yang mengharap ampunan, pasti akan kuampuni baginya sampai tiba waktu shubuh”(al Hadits).

Cara Melaksakan Shalat Tahajjud:
Shalat Tahajjud dilaksanakan dengan Munfarid ( tanpa berjamaah ), minimal dua rokaat dan maksimal tidak terhingga jumlah rakaatnya sampai hampir masuk waktu shubuh dan dilaksanakan setiap dua rakaat satu salam sebagaimana hadits Nabi saw:

“Shalat malam itu adalah dua rakaat, dua rakaat apabila khawatir akan masuk waktu shubuh maka berwitirlah satu rakaat saja” ( HR.Bukhari-Muslim ).
*Niat shalat Tahajjud didalam hati berbarengan dengan Takbiratul Ihram. “Aku niat shalat sunah Tahajjud dua rakaat karena Allah”

*Membaca doa Iftitah

*Membaca surat al Fatihah
*Membaca salah satu surat didalam al quran.Afdhalnya rokaat pertama membaca surat al Kafirun dan rakaat ke dua membaca surat al Ikhlas
* Ruku’ sambil membaca Tasbih tiga kali
*I’tidal sambil membaca bacaannya
*Sujud pertama sambil membaca Tasbih tiga kali
*Duduk antara dua sujud sambil membaca bacaannya
*Sujud yang kedua sambil membaca Tasbih tiga kali.
*Setelah selesai rakaat pertama, lakukan rokaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali dan rakaat-rakaat selanjutnya sama dilakukan seperti contoh diatas.
*Setelah selesai shalat Tahajjud bacalah zikir yang mudah ( Allah - Allah - Allah ) terutama perbanyak Istigfar (mohon ampun), adakan dialog bathin dengan Allah sampaikan semua unek-unek yang ada dalam hati lalu ditutup dengan doa.

DO’A SOLAT TAHAJUD :

"Robbi adkhilni mudkhola sidqiw
wa akhrij ni mukhroja sidqiw

wa ja `al li miladunka sulthonan nashiro "

Ya Allah masukkanlah aku dengan masuk yang baik
keluarkanlah aku dengan keluar yang baik
dan berilah aku pertolongan langsung dari sisi Mu



Bila timbul masalah dalam sesuatu perkara maka mintaklah pertolongan dari Allah dengan mendirikan Solat Sunat Hajat. Solat Hajat banyak macam bentuknya dari segi bacaan dan tertib cara mengerjakannya. Rukun tetap sama .
Solat Hajat
Waktu mengerjakan Solat Sunat Hajat ini boleh siang atau malam,pagi atau petang
Lafaz niat :

Usolli Sunnatal Hajaati Rak'ataini Lilaahi Ta'ala, Allahu Akhbar
Sahaja aku solat sunat Hajat dua rakaat kerana Allah Ta'ala"
Pada rakaat pertama bacalah Al-Fatihah dan Surah Al-Kafirun
Rakaat kedua bacalah Al-Fatihah dengan Surah Al -Ikhlas
Teruslah lakukan hingga cukup 12 rakaat dan bererti mempunyai 6 salam
Pada rakaat yang terakhir(rakaat ke 12) sebelum memberi salam, iaitu setelah Tahyat akhir , sujud kembali dengan bertakbir. Dan membaca:
a) Al- Fatihah (7 kali )
b) Ayatul Kursi(7 kali)
c) Baca : (10 kali)

"Tiada Tuhan selain Allah Maha Esa Dia tiada sekutu baginya. Kepunyaan nyalah segala kerajaan / kekuasaan dan bagi nyalah segala pujian. Dan dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa"
d) Kemudian baca:

" Wahai Ya Allah bahawasanya aku memohon akan engkau dengan keteguhan ikatan daripada Arasy Engkau dan rahmat dari kitab/hukum engkau, dan dengan nama engkau yang terapung dan wajah engkau yang maha tinggi dan kalimat-kalimat engkau yang maha sempurna, bahawa engkau penuhilah hajatku "
Setelah membaca doa tersebut mintakan apa-apa hajat dengan bersungguh-sungguh,dengan penuh pengharapan. Permohonan pada Allah cukup di sebut dalam hati. Kemudian bangkit dari Sujud sambil bertakbir dan terus memberi salam.

PANDUAN MELAKSANAKAN SOLAT HAJAT
& DOA KESEJAHTERAAN

SOLAT HAJAT

Solat sunnat Hajat dilaksanakan apabila seseorang ingin memohon sesuatu dari ALLAH s.w.t. Ianya dilaksanakan sebanyak dua rakaat diikuti dengan doa setelah memberi salam.

Di antara cara untuk menunaikan solat ini adalah seperti berikut:
Pada raka’at pertama selepas doa iftitah, baca surah Al-Fatihah diikuti dengan surah Al-Kafirun sebanyak 11 kali (atau boleh juga 3 kali).
Pada raka’at yang kedua, baca surah Al-Fatihah diikuti dengan surah Al-Ikhlas sebanyak 11 kali (atau boleh juga 3 kali). Selepas memberi salam, bacalah doa seperti berikut :





Ya Allah, sesungguhnya kami bermohon pertolongan Mu, kami meminta ampun dari Mu, kami memohon petunjuk dari Mu, kami beriman dengan Mu, kami berserah kepada Mu dan kami memuji Mu dengan segala kebaikan, kami mensyukuri dan tidak mengkufuri Mu, kami melepaskan diri daripada sesiapa yang durhaka kepada Mu.

Ya Allah, Engkau yang kami sembah dan kepada Engkau kami bersolat dan sujud, dan kepada Engkau jualah kami datang bergegas, kami mengharap rahmat Mu dan kami takut akan azab Mu kerana azab Mu yang sebenar akan menyusul mereka yang kufur.

Ya Allah, jauhkan kami dari bencana perang, bencana senjata yang memusnahkan, bencana segala macam penyakit dan kesusahan. Ya Allah, hentikanlah fitnah dan pertikaian yang terjadi di dunia hari ini. Bahawasanya fitnah ini boleh membawa bencana memusnahkan kesejahteraan dan keamanan.

Ya Allah, hindarkanlah umat manusia daripada sebarang perselisihan dan permusuhan yang membawa kepada kehilangan jiwa dan kerosakan hartabenda. Selamatkanlah institusi dan tempat-tempat suci Islam dari sebarang kemusnahan.

Ya Allah, selamatkanlah kami dari segala keburukan dan janganlah Engkau jadikan kami tempat turunnya bencana, hindarkanlah kami dari segala bala kerana tidak sesiapa yang dapat menghindarkannya melainkan Engkau, ya Allah.

Ya Allah, dengan Rahmat Mu dan kasih sayang Mu, jauhkanlah kami daripada kekontangan air, kenaikan harga barang, kezaliman, fitnah dan ujian, wabak serta penyakit yang menular dan segala macam bala di negeri kami ini dan negeri-negeri mereka yang beriman serta negeri-negeri mereka yang cinta kepada keadilan dan keamanan.

Ya Allah, tiada Tuhan melainkan Engkau, Allah yang Maha Penyantun dan Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan Pemelihara ‘Arasy yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seru seluruh alam, kepada Mu kami memohon rahmatMu, dan pengampunan Mu, dan keselamatan dari setiap dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa meliputi diri kami, melainkan Engkau mengampuni kami dan tidak ada sesuatu kesempitan melainkan Engkau beri jalan keluar, dan tidak ada pula sesuatu hajat yang mendapat kerelaanMu, melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan yang paling Pengasih dan Penyayang. (Jika ada hajat lain, boleh disebutkan di sini).

Cukuplah Allah sebagai pelindung bagi kami, Dialah sebaik-baik yang diharapkan. Sebaik-baik Pelindung dan Penolong. Selawat dan salam dari Allah ke atas penghulu kami Nabi Muhammad serta keluarga dan sahabatnya. Maha Suci Tuhan yang empunya kemuliaan dari apa yang mereka sifatkan. Sejahtera atas sekalian Rasul dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.

Al-Fatihah…..

Doa sholat hajat
DOA SELESAI SOLAT SUNAH HAJAT:
LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIMU,SUBHAANALLAAHI RABBIL 'AR-SYIL 'AZHIIM, ALHAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS-ALUKA MUUJIBAATIRAHMATIKA, WA'AZAAIMA MAGHFIRATIKA, WAL'ISHMATA MINKULLA DZANBIN, WAL-GHANIIMATA MIN KULLI ITSMIN, LAATADA'LII DZANBAN ILLAA GHAFARTAHUU, WALAA HAMMAN ILLAAFARRAJTAHUU, WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDHAN ILLAQADHAITAHAA, YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.
ARTINYA: Tidak ada Tuhan kecuali Allah Yang MahaPenyantun lagi Maha Mulia, Maha suci Allah Tuhanpemelihara Arsy yang Agung, segala puji bagi Allah,Tuhan seluruh alam. KepadaMu aku memohon sesuatu yangmewajibkan rahmatMu dan sesuatu yang mendatangkankeampunanMu, serta terpeliharanya dosa-dosa,emmperoleh kebaikan pada tiap-tiap dosa, janganlahEngkau tinggalkan dosa pada diriku, melainkan Engkauampuni, dan kesusahan, melainkan Engkau beri jalankeluarnya, dan tidak pula suatu hjat yang mendapatkerelaanMu, melainkan Engkau kabulkan, wahai TuhanYang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.\


SHOLAT SUNNAH
SHOLAT HAJAT AGAR HAJATNYA DIKABULKAN ALLAH SWT.
________________________________________
Shalat Sunnah Hajat.
• Shalat Hajat adalah shalat sunah yang dilakukan karena ada suatu hajat / keperluan, baik keperluan duniawi atau keperluan ukhrawi. Agar hajat dikabulkan Allah, banyak cara yang dilakukan diantaranya adalah berdoa dan shalat.Shalat Hajat merupakan cara yang lebih spesifik untuk memohon kepada Allah agar dikabulkan segala hajat, karena arti shalat secara bahasa adalah doa.Firman Allah:"Dan mintalah pertolonganlah (kepada Allah) dengan sabar dan shalat" ( Al Baqarah : 45 ).
Cara Melaksakan Shalat Hajat :
Shalat hajat tidak mempunyai waktu tertentu, asal pada waktu yang tidak dilarang, misalnya setelah shalat Ashar atau setelah shalat Shubuh.Shalat hajat dilaksanakan dengan Munfarid (tidak berjamaah) minimal dua rokaat dan maksimal duabelas rakaat.Jika dilaksanakan pada malam hari maka setiap dua rakaat sekali salam dan jika dilaksanakan pada siang hari maka boleh empat rakaat dengan sekali salam dan seterusnya.Sabda Nabi saw:"Siapa yang berwudhu dan sempurna wudhunya, kemudian shalat dua rakaat (Shalat Hajat) dan sempurna rakaatnya maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat" ( HR.Ahmad ).
• > Niat shalat Hajat didalam hati berbarengan dengan Takbiratul Ihram
• > "Aku niat shalat sunah hajat karena Allah"
• > Membaca doa Iftitah
• > Membaca surat al Fatihah
• > Membaca salah satu surat didalam al quran.Afadhalnya, rokaat pertama membaca surat al Ikhlas dan rakaat kedua membaca ayat kursi (surat al Baqarah:255).
• > Ruku' sambil membaca Tasbih tiga kali
• > I'tidal sambil membaca bacaannya
• > Sujud yang pertama sambil membaca Tasbih tiga kali
• > Duduk antara dua sujud sambil membaca bacaannya.
• > Sujud yang kedua sambil membaca Tasbih tiga kali.
> Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali.Jika dilaksakan empat rakaat dengan satu salam maka setelah dua rakaat langsung berdiri tanpa memakai Tasyahhud awal, kemudian lanjutkan rokaat ke tiga dan ke empat, lalu Tasyhhud akhir setelah selesai membaca salam dua kali.
> Setelah selesai shalat Hajat bacalah zikir yang mudah dan berdoa sampaikan hajat yang kita inginkan kemudian mohon petunjuk kepada Allah agar tecapai segala hajatnya.

SHALAT ISTIKHARAH
solat itikharah, selalu tak kita buat? mostly, kita rasa solat ni harus dibuat biler confuse, keliru, and buntu pasal jodoh kan? tapi percayalah, olat istikharah bukan utk tu sahaja, malah, its for anything at all yang kita lakukan..

Mahfum Hadis: Dari Jabir ra., ia berkata: “Nabi pernah mengajarkan kepada kami Istikharah dalam berbagai urusan, seperti mengajarkan sebuah surah dalam Al Quran. Kalau seseorang dari kamu menghendaki sesuatu, maka hendaklah ia solat dua rakaat, kemudian berdoa:

“Ya Allah! Aku mohon pemilihan Mu menerusi pengetahuan Mu dan aku mohon kekuatan Mu menerusi kudrat Mu serta aku minta pada Mu sebahagian dari limpah kurnia Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau amat berkuasa sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau amat mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui dan sesungguhnya Engkau amat mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah kiranya Engkau mengetahui bahawa perkara ini adalah baik bagiku dalam urusan agama ku juga dalam urusan penghidupan ku serta natijah pada urusan ku, kini dan akan datang, maka tetapkan lah ia bagi ku dan permudahkanlah ia untukku, serta berkatilah daku padanya. Dan kiranya Engkau mengetahui bahawa perkara ini membawa kejahatan kepadaku dalam urusan agamaku, juga dalam urusan penghidupanku dan natijah urusanku, kini dan akan datang, maka elakkanlah ia dariku dan tetapkanlah kebaikan untukku sebagaimana sepatutnya, kemudian jadikanlah daku meredhainya.”

Doa solat istikharah


Doa Istikharah bererti:
Memohon semoga Allah menunjukkan keputusan yang terbaik untuk dilaksanakan.


Kata Jabir bin Abdullah: Rasulullah s.a.w. mengajar kami beristikharah dalam semua pekerjaan seperti baginda mengajar kami satu surah dari Al-Quran, sabdanya: "Apabila seseorang kamu mempunyai rancangan untuk melakukan sesuatu hendaklah dia melakukan solat sunat dua rakaat, kemudian bacalah doa ini:




"Ya Allah, aku memohon petunjuk daripadaMu dengan ilmuMu dan aku memohon ketentuan daripadaMu dengan kekuasaanMu dan aku memohon daripadaMu akan limpah kurniaanMu yang besar. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa sedangkan aku tidak berkuasa dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui dan Engkaulah Yang Maha Mengetahu segala perkara yang ghaib. Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui bahawasanya urusan ini (sebutkan..) adalah bagiku pada agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku sama ada cepat atau lambat, takdirkanlah ia bagiku dan permudahkanlah serta berkatlah bagiku padanya da seandainya Engkau mengetahui bahawa urusan ini (sebutkan..) mendatangkan keburukan bagiku pada agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku sama ada cepat atau lambat, maka jauhkanlah aku daripadanya dan takdirkanlah kebaikan untukku dalam sebarang keadaan sekalipun kemudian redhailah aku dengannya".

(sebutkan urusan yang dimaksudkan di tempat yang bertitik).


Tidak akan menyesal sesiapa yang bertanyakan penciptanya dan berbincang dengan orang-orang mukmin kemudian berhati-hati dalam menangani persoalannya.
Allah telah berfirman:


"Dan berbincanglah dengan mereka (para sahabat) dalam urusan itu (peperangan, ekonomi, politik dll). Apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah".


Solat Istikharah
Seseorang yang menghadapi sesuatu soal yang bersifat mudah, sedang ia sendiri masih ragu-ragu mana sebaiknya dilakukan, maka di sunatkan mengerjakan solat yang bukan termasuk wajib.
Solat itu boleh saja di waktu mengerjakan sunat Rawatib atau Tahiyatul-masjid dan boleh pula di waktu malam atau pun siang, sedang bacaan sehabis Al-Fatihah dapat dipilih sekehendaknya.
Niat Solat Istikharah
Sengaja aku mengerjakan sembahyang istikharah dua rakaat kerana Allah Ta'ala










Doa Solat Istikharah

Ya Allah, saya memohonkan pilihan menurut pengetahuanMu dan memohonkan penetapan dengan kesuasaanMu juga saya memohonkan kurniaMu yang besar, sebab sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui dan saya tidak mengetahui apa-apa. Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jikalau di dalam ilmuMu bahawa urusan saya ini........baik untukku dalam agamaku, kehidupanku serta akibat urusanku, maka takdirkanlah untukku dan mudahkanlah serta berikanlah berkah kepadaku di dalamnya. Sebaliknya jikala di dalam ilmumu bahawa urusan ini buruk untukku, dalam agamaku, kehidupan serta akibat urusanku, maka jauhkanlah hal itu daripadaku dan jauhkanlah aku daripadanya serta takdirkanlah untukku yang baik-baik saja dimana saja adanya, kemudian puaskanlah hatiku dengan takdirMu itu."

Doa Sholat Istikharah
Ditulis pada 21 Agustus 2007 oleh Abu Tilmidz | Sunniy Salafy
Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajari kami shalat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana mengajari surah Al-Quran. Beliau bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunnah (Istikharah) dua rakaat, kemudian bacalah doa ini:

SHALAT SUNNAH RAWATIB

Artikel dari Rahmat blog

Sesungguhnya di balik disyariatkannya salat sunnah terdapat hikmah-hikmah yg agung dan rahasia yg sangat banyak di antaranya utk menambah kebajikan dan meninggikan derajat seseorang. Salat sunah juga berfungsi sebagai penutup segala kekurangan dalam pelaksanaan salat fardu. Salat sunah jugaa mempunyai keutamaan yg agung kedudukan yg tinggi yg tidak terdapat pada ibadah-ibadah lainnya serta hikmah-hikmah yg lain. Dari Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami pelayan Rasulullah saw berkata “Aku pernah menginap bersama Rasulullah saw kemudian aku membawakan air wudu utk beliau serta kebutuhannya yg lain. Beliau bersabda ‘Mintalah kepadaku’ maka aku katakan kepada beliau ‘Aku minta agar bisa bersamamu di Surga’ beliau bersabda ‘Ataukah permintaan yg lain?’ Aku katakan ‘Itu saja’. Beliau bersabda ‘Kalau begitu bantulah aku atas dirimu dgn banyak bersujud ‘.” . Dari Abu Hurairah ra ia berkata “Rasulullah saw bersabda ‘Sesungguhnya amal seorang hamba yg pertama kali di hisab pada hari Kiamat nanti adl salatnya apabila salatnya baik maka sungguh dia telah beruntung dan selamat dan jika salatnya rusak maka dia akan kecewa dan merugi. Apabila salat fardunya kurang sempurna maka Allah berfirman ‘Apakah hamba-Ku ini mempunyai salat sunnah? Maka tutuplah kekurangan salat fardu itu dgn salat sunnahnya.’ Kemudian begitu pula dgn amalan-amalan lainnya yg kurang’.” . Pembagian Salat-Salat Sunnah Salat sunnah terbagi menjadi dua yaitu salat sunnah mutlak dan salat sunnah muqayyad. Salat sunnah mutlak itu dilakukan hanya dgn niat salat sunnah saja tanpa dikaitkan dgn yg lain. Adapun salat sunnah muqayyad di antaranya ada yg disyariatkan sebagai penyerta salat fardu yaitu yg biasa disebut dgn salat sunnah rawatib mencakup salat sunnah Subuh Dzuhur Ashar Maghrib dan Isya. Ada juga salat Dhuha salat ‘Idain salat Kusuf dan Khusuf salat Hajah salat Istikharah dan salat-salat sunnah yg lain. Adapun salat sunnah rawatib maka salat tersebut ada 18 rakaat. Pertama qobliyah Dzuhur empat rakaat dgn dua kali salam. Adapun ba’diyah Dzuhur empat rakaat juga dgn dua kali salam. Kedua qobliyah Ashar empat rakaat dgn dua kali salam. Adapun ba’diyahnya tidak ada. Karena salat sunat setelah salat Asar tidak diperbolehkan kecuali salat yg mempunyai sebab tertentu seperti salat sunnah Tahiyatul Masjid salat Jenazah salat sunnah Wudhu dan lain-lain. Salat-salat tersebut boleh dilakukan setelah Ashar krn mempunyai sebab-sebab khusus. Ketiga qobliyah Maghrib dua rakaat dgn satu kali salam. Demikian pula salat ba’diyahnya yaitu dua rakaat dgn satu kali salam. Keempat qobliyah Isya empat rakaat dgn dua kali salam. Untuk ba’diyahnya cukup dua rakaat dgn satu kali salam. Kelima qobliyah Subuh dua rakaat dgn satu kali salam. Seperti halnya salat Asar maka dalam salat Subuh ini tidak ada salat ba’diyahnya. Bahkan setelah salat Subuh-sebagaimana setelah salat Asar-diharamkan pula melakukan salat sunnah apa pun kecuali salat sunnah yg mempunyi sebab tertentu . Keutamaan Salat Sunnah Rawatib Dari Ummu Habibah ra ia berkata “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda ‘Tidaklah seorang hamba muslim melaksanakan salat sunnah krn Allah sebanyak dua belas rakaat tiap harinya kecuali Allah akan membangunkan sebuah rumah untuknya di Surga’.” . Penjelasan tentang Sunnah Rawatib Dari Ummu Habibah ra ia berkata “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda ‘Barangsiapa salat dalam sehari semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga yaitu empat rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudahnya dua rakaat sesudah maghrib dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum salat Subuh’.” . Dari Ibnu Umar ra dia berkata “Aku salat bersama Rasulullah saw dua rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudahnya dua rakaat sesudah Jumat dua rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat sesudah Isya’.” . Dari Abdullah bin Mughaffal ra ia berkata “Bersabda Rasulullah saw ‘Di antara dua azan itu ada salat di antara dua azan itu ada salat di antara dua azan itu ada salat’. Kemudian pada ucapannya yg ketiga beliau menambahkan ‘bagi yg mau’.” . Dari Ummu Habibah ra ia berkata “Rasulullah saw bersabda ‘Barangsiapa yg menjaga empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya Allah mengharamkannya dari api Neraka’.” . Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi saw bersabda “Semoga Allah memberi rahmat bagi orang yg salat empat rakaat sebelum Ashar.” . Salat Witir Salat-salat sunnah yg kita sebutkan di atas merupakan salat sunnah rawatib yg sangat ditekankan. Selain itu ada juga salat sunnah mu’akkadah yg tidak boleh ditinggalkan begitu saja salah satunya adl salat witir yaitu salat sunnah yg wakatunya dari setelah Isya hingga menjelang Subuh. Sumber Diadaptasi dari Tuntutan Shalat Menurut Alquran dan Sunnah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

LIMA FAEDAH PUASA SYAWAL

Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh www.rumaysho.com


Alhamdulillah
, kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.
Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”[1]
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).[2] Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal][3].”[4] Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal.[5] Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:
  1. Puasanya dilakukan selama enam hari.
  2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
  3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
  4. Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib
Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.[6]
Faedah ketiga: Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan
Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.[7] Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.[8]
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.[9]
Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!
Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.”[10] Hanya Allah yang memberi taufik.
Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah
Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!
Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.[11] Sampai-sampai Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ’Aisyah radhiyallahu ’anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,
أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا
”Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”[12]
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.
Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: ”Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]
Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja[14]
Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.
Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,
بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها
Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,
لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً
Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).[15]
Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[16] Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.[17]
Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. ... Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di Batu Merah, kota Ambon, 4 Syawal 1430 H
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

MENUNAIKAN PUASA SYAWAL NAMUN MASIH MEMILIKI HUTANG PUASA RAMADHAN

Artikel http://rumaysho.com

Soal:
Ada yang menunaikan puasa enam hari di bulan Syawwal namun belum menyempurnakan puasa Ramadhan karena masih memiliki utang puasa sebanyak sepuluh hari disebabkan ada udzur syar'i. Apakah dia mendapatkan ganjaran puasa syawwal setelah sebelumnya menunaikan puasa Ramadhan yaitu pahala puasa setahun penuh?
Berilah penjelasan pada kami, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik.

Jawab:

Perlu diketahui bahwa penentuan balasan suatu amal menjadi kekhususan bagi Allah 'azza wa jalla. Dan apabila seorang hamba berkeinginan untuk meraih pahala di sisi Allah dan berusaha untuk melakukan ketaatan, maka Allah tidaklah mungkin menyia-nyiakan amalannya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Aku tidaklah mungkin menyia-nyiakan orang yang berbuat amalan kebaikan."

Namun bagi orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, maka hendaklah dia terlebih dahulu menunaikannya, kemudian baru setelah itu dia menunaikan puasa Syawwal. Karena jika tidak melakukan seperti ini, maka dia tidak akan mendapatkan pahala menunaikan puasa enam hari di bulan Syawwal setelah sebelumnya menunaikan puasa Ramadhan. Dia bisa mendapatkan ganjaran puasa Syawwal (yaitu puasa setahun penuh, pen) jika dia telah menunaikan puasa Ramadhan dengan sempurna.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta'

Anggota: 'Abdullah bin Qu'ud, 'Abdullah bin Ghadyan
Wakil Ketua: 'Abdur Rozaq Afifi
Ketua: 'Abdul 'Aziz bin Baz

Sumber:
http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=73&PageNo=1&BookID=12
Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta' (Komisi Tetap dalam Penelitian Ilmiah dan Fatwa, di Saudi Arabia), Fatwa no. 2264.

TUNTUNAN LAIN DALAM SHALAT TERAWIH

Aetikel dari RUMAYSHO.COM (Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat)

Salam Setiap Dua Raka’at
Para pakar fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan salam setiap dua raka’at. Karena tarawih termasuk shalat malam. Sedangkan shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua raka’at salam. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at.”[1] [2]
Istrihat Tiap Selesai Empat Raka’at
Para ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu. Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika melakukan istirahat. Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali.[3]
Dasar dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya.”[4] Yang dimaksud dalam hadits ini adalah shalatnya dua raka’at salam, dua raka’at salam, namun setiap empat raka’at ada duduk istrirahat.
Sebagai catatan penting, tidaklah disyariatkan membaca dzikir-dzikir tertentu atau do’a tertentu ketika istirahat setiap melakukan empat raka’at shalat tarawih, sebagaimana hal ini dilakukan sebagian muslimin di tengah-tengah kita yang mungkin saja belum mengetahui bahwa hal ini tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam.[5]
Ulama-ulama Hambali mengatakan, “Tidak mengapa jika istirahat setiap melaksanakan empat raka’at shalat tarawih ditinggalkan. Dan tidak dianjurkan membaca do’a-do’a tertentu ketika waktu istirahat tersebut karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal ini.”[6]
“Ash Sholaatul Jaami’ah” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih?
Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan Ash Sholaatul Jaami’ah. Ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Juga dalam shalat tarawih tidak ada seruan adzan ataupun iqomah untuk memanggil jama’ah karena adzan dan iqomah hanya ada pada shalat fardhu.[7]
Surat yang Dibaca Ketika Shalat Tarawih
Tidak ada riwayat mengenai bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, surat yang dibaca boleh berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam dianjurkan membaca bacaan surat yang tidak sampai membuat jama’ah bubar meninggalkan shalat. Seandainya jama’ah senang dengan bacaan surat yang panjang-panjang, maka itu lebih baik berdasarkan riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan.
Ada anjuran dari sebagian ulama semacam ulama Hanafiyah dan Hambali untuk mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan dengan tujuan agar manusia dapat mendengar seluruh Al Qur’an ketika melaksanakan shalat tarawih.[8]
Mengerjakan Shalat Tarawih Bersama Imam Hingga Imam Selesai Shalat
Sudah selayaknya bagi makmum untuk menyelesaikan shalat malam hingga imam selesai. Dan kuranglah tepat jika jama’ah bubar sebelum imam selesai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[9] Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
Shalat Tarawih bagi Wanita
Jika menimbulkan godaan ketika keluar rumah (ketika melaksanakan shalat tarawih), maka shalat di rumah lebih utama bagi wanita daripada di masjid. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As Saa’idiy. Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata bahwa dia sangat senang sekali bila dapat shalat bersama beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ … وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى
Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat shalat bersamaku. ... (Namun ketahuilah bahwa) shalatmu di rumahmu lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku.”[10]
Namun jika wanita tersebut merasa tidak sempurna mengerjakan shalat tarawih tersebut di rumah atau malah malas-malasan, juga jika dia pergi ke masjid akan mendapat faedah lain bukan hanya shalat (seperti dapat mendengarkan nasehat-nasehat agama atau pelajaran dari orang yang berilmu atau dapat pula bertemu dengan wanita-wanita muslimah yang sholihah atau di masjid para wanita yang saling bersua bisa saling mengingatkan untuk banyak mendekatkan diri pada Allah, atau dapat menyimak Al Qur’an dari seorang qori’ yang bagus bacaannya), maka dalam kondisi seperti ini, wanita boleh saja keluar rumah menuju masjid. Hal ini diperbolehkan bagi wanita asalkan dia tetap menutup aurat dengan menggunakan hijab yang sempurna, keluar tanpa memakai harum-haruman (parfum)[11], dan keluarnya pun dengan izin suami. Apabila wanita berkeinginan menunaikan shalat jama’ah di masjid (setelah memperhatikan syarat-syarat tadi), hendaklah suami tidak melarangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.”[12]
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ
Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.”[13] Inilah penjelasan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohullah yang penulis sarikan.[14]
Dari penjelasan para ulama di atas dapat kita simpulkan bahwa shalat tarawih untuk wanita lebih baik adalah di rumahnya apalagi jika dapat menimbulkan fitnah atau godaan. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih mengatakan bahwa shalat bagi wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjidnya yaitu Masjid Nabawi. Padahal kita telah mengetahui bahwa pahala yang diperoleh akan berlipat-lipat apabila seseorang melaksanakan shalat di masjid beliau yaitu Masjid Nabawi.
Namun apabila pergi ke masjid tidak menimbulkan fitnah (godaan) dan sudah berhijab dengan sempurna, juga di masjid bisa dapat faedah lain selain shalat seperti dapat mendengar nasehat-nasehat dari orang yang berilmu, maka shalat tarawih di masjid diperbolehkan dengan memperhatikan syarat-syarat ketika keluar rumah. Di antara syarat-syarat tersebut adalah: (1) menggunakan hijab dengan sempurna ketika keluar rumah sebagaimana perintah Allah agar wanita memakai jilbab dan menutupi seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan, (2) minta izin kepada suami atau mahrom terlebih dahulu dan hendaklah suami atau mahrom tidak melarangnya, dan (3) tidak menggunakan harum-haruman dan perhiasan yang dapat menimbulkan godaan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan Ramadhan


[1] HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749.
[2] Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah (2/9640), ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa seandainya seseorang melaksanakan shalat tarawih empat raka’at dengan sekali salam, shalatnya tidak sah. Shalatnya batal jika sengaja melakukannya dan mengetahui hal ini. Jika tidak batal, minimal yang ia kerjakan hanyalah shalat sunnah mutlak. Bisa seperti ini karena shalat tarawih mirip dengan shalat fardhu karena sama-sama dilaksanakan secara berjama’ah. Maka seharusnya tidak diubah sesuai yang diajarkan. Demikian dikatakan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah. Kami pun menemukan penjelasan yang sama sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar, hal. 138.
Akan tetapi ada keterangan berbeda dari ulama Syafi’iyah lainnya. Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi ketika menjelaskan hadits “shalat sunnah malam dan siang itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud hadits ini adalah bahwa yang lebih afdhol adalah mengerjakan shalat dengan setiap dua raka’at salam baik dalam shalat sunnah di malam atau siang hari. Di sini disunnahkan untuk salam setiap dua raka’at. Namun jika menggabungkan seluruh raka’at yang ada dengan sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah dengan satu raka’at saja, maka itu dibolehkan menurut kami.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/30)
[3] Lihat Al Inshof, 3/117.
[4] HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738.
[5] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/420.
[6] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9639
[7] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9634
[8] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/420.
[9] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Hadits ini shahih.
[10] HR. Ahmad no. 27135. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[11] “Jika salah seorang di antara kalian ingin mendatangi masjid, maka janganlah memakai harum-haruman.” (HR. Muslim no. 443)
[12] HR. Abu Daud no. 567 dan Ahmad 7/62. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[13] HR. Muslim no. 442.

SHALAT JENAZAH

Salat Jenazah adalah jenis salat yang dilakukan untuk jenazah muslim. Setiap muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib disalati oleh muslim yang masih hidup dengan status hukum fardhu kifayah.

Syarat penyelenggaraan

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan salat ini adalah:
  • Yang melakukan salat harus memenuhi syarat sah salat secara umum (menutup aurat, suci dari hadas, menghadap kiblat dst)
  • Jenazah/Mayit harus sudah dimandikan dan dikafani.
  • Jenazah diletakkan disebelah mereka yang menyalati, kecuali dilakukan di atas kubur atau salat ghaib

Rukun Salat Jenazah

Salat jenazah tidak dilakukan dengan ruku', sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:
  1. Berniat, niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan didalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat. [1][2]Niat salat jenazah
> Untuk jenazah laki-laki : " Ushalli 'alaa haadzal mayyiti arba 'a takbiiraatin fardhal kifaayati ma'muumam/imaaman lillahi ta'aalaa, Allahu akbar "
> Untuk jenazah perempuan : " Ushalli 'alaa haadzihil mayyiti arba 'a takbiiraatiin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta 'aalaa, Allaahu akbar "
  1. Takbiratul Ihram pertama kemudian membaca surat Al Fatihah
  2. Takbiratul Ihram kedua kemudian membaca shalawat atas Rasulullah SAW minimal :"Allahumma Shalli 'alaa Muhammadin" artinya : "Yaa Allah berilah salawat atas nabi Muhammad"
  3. Takbiratul Ihram ketiga kemudian membaca do'a untuk jenazah minimal:"Allahhummaghfir lahu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu" yang artinya : "Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma'afkanlah dia".Apabila jenazah yang disalati itu perempuan, maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahaa. Jadi untuk jenazah wanita bacaannya menjadi: "Allahhummaghfir laha warhamha wa'aafiha wa'fu anha". Jika mayatnya banyak maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahum. Jadi untuk jenazah banyak bacaannya menjadi: "Allahhummaghfir lahum warhamhum wa'aafihim wa'fu anhum"
  4. Takbir keempat kemudian membaca do'a minimal:"Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinna ba'dahu waghfirlanaa walahu."yang artinya : "Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia." Jika jenazahnya adalah wanita, bacaannya menjadi: "Allahumma laa tahrimnaa ajraha walaa taftinna ba'daha waghfirlanaa walaha."
  5. Mengucapkan salam

Salat Ghaib

Bila terdapat keluarga atau muslim lain yang meninggal di tempat yang jauh sehingga jenazahnya tidak bisa dihadirkan maka dapat dilakukan salat ghaib atas jenazah tersebut. Pelaksanaannya serupa dengan salat jenazah, perbedaan hanya pada niat salatnya.
Niat salat ghaib :"Ushalli 'alaa mayyiti (Fulanin) al ghaaibi arba'a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta'alaa" Artinya : "aku niat salat gaib atas mayat (fulanin) empat takbir fardu kifayah sebagai (makmum/imam) karena Allah""
kata fulanin diganti dengan nama mayat yang disalati.

Referensi